Faktor penting di dalam proses pembuatan kebijakan saat awal masa Orde Baru adalah kelompok konglomerat. Mirip seperti birokrat-birokrat politik, konglomerat indonesia telah banyak di untungkan dari campur tangan Negara dalam wilayah ekonomi.
Konglomerat ini di bedakan menjadi empat jenis yaitu, konglomerasi besar cina, konglomerasi yang di miliki oleh keluarga Suharto, konglomerasi oleh kelompok pribumi dan kelompok bisnis yang di miliki oleh militer. Sebagai kelas kapitalis paling atas di Negara ini, mereka mempunyai hubungan saling menguntungkan dengan birokrasi politik dan telah di untungkan oleh proteksi Negara dalam bentuk tariff dan non- tariff dalam berdagang dan retiksi terhadap investasi asing. Konglomerasi ini juga menikmati akses pada kewenangan dan fasilitas pemerintah untuk mendapat konsesi lahan untuk eksploitasi minyak dan gas, penambangan dan penebangan hutan, mengambangkan perkebunan, membangun daerah-daerah industry perumahan dan fasilitas pariwisata dan lain-lain.
Pada pertengahan 1980an dengan turunnya pendapatan minyak dan dengan perubahan-perubahan structural penting dalam ekonomi dunia, Indonesia di hadapkan pada kekuatan-kekuatan Liberalisme yang mendorong industry indonesia ke dalam situasi global keuntungan komparatif dan menciptakan tekanan kebijakan-kebijakan deregulasi di saat Indonesia memposisikan diri ke dalam pasar global. Sejak pemburu rente yang di nilai sebagai ekonomi yang irasional, disfungsional dan inefisien. Karena itu banyak yang menyimpulkan anasir konglomerat dan keluarga-keluarga bisnis politik sekarang ini mencoba mereorganisasi peranan ekonomi Negara dan posisi mereka sendiri di dalam ekonomi sehingga dalam hal ini Negara lebih berpihak kepada kepentingan konglomerat dan Negara cenderung dipegang oleh monopoli Negara.
Tekanan lain untuk agenda liberal berasal dari lembaga-lembaga keuangan internasional, terutama Bank dunia. Pada tahun 1991 bank dunia menerbitkan sebuah dokumen yang mengkritik kebijakan tanah di Indonesia yang mendorong administrasi dan pengelolaan tanah yang berorientasi pasar. Berdasarkan dari  sumber buku-buku sejarah akibat dari system kekuatan orde baru ini di kemudian secara konsisten, menyeluruh dan terus-menerus membentuk proyek administrasi tanah yang di ancangkan selama dua puluh lima tahun dan di mulai sejak tahun 1995.
Baca juga https://duniadalamproperty.blogspot.com/2020/02/rezim-otoliter-suharto.html