Sebuah tahap baru dalam kebijakanpertanahan di Indonesia adalah mempercepat pembentukan pasar tanah melalui reformasi manajemen dan administrasi pertanahan. Kebijakan baru tersebut di mulai ketika Bank Dunia membuat sebuah studi yang berjudul ‘’Indonesia Land Resaurce manajemen and planning (1991)’’. Studi ini merekomendasikan serangkaian aksi yang dibagi ke dalam agenda jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Studi tersebut secara jelas meyebutkan revisi terhadap UUPA 1960 dalam agenda jangka panjangnya.

Laporan bank dunia 1994’’ environment and development’’mengulang perhatian utama dalam studi Bank Dunia tahun 1991 itu mengenai kejelasan kerangka  hokum untuk kepemilikan tanah sebagian mengenai prosedur birokratik yang rumit, tidak transparan dan cendrung koruptif. Laporan tersebut jiga mengangkat isu bahwa pasar tanah belum berkembang dengan baik, dan hal ini menghambat alokasi tanah untuk penggunaan tanah yang baik. Dengan demikian laporan tersebut mengisyaratkan kebutuhan untukmenghapus rintangan-rintangan yang menghambat kebutuhan pasar tanah.

Stategi awal Bank Dunia untuk meletakkan pondasi dasar untuk menerapkan agenda-agenda tersebut adalah dengan menawarkan kepada pemerintah Indonesia sebuah bantuan Bank Dunia dengan di sertai hibah dari Australian Aid International Development. Gagasan ini muncul dari Thailand Land Titling Project, yang telah di mulai tahun 1984. Sebagai langkah lanjut Indonesian Land Administrations Project  1995-1999 di rancang sebagai tahap lima tahun pertama dengan tujuan rencana dua puluh lima tahun tujuan jangka panjang sebagai berikut:
  • Untuk mempercepat pendaftaran hak-hak tanah dan penerbitan sertifikat tanah, sehingga pada akhir dua puluh lima tahun proyek ini semua pemilik tanah akan memiliki sertifikat.
  •  Untuk meninjau ulang perundang-undangan peraturan dan prosedur administrasi pertanahan yang melayani kebutuhan masyarakat indonesia dan dalam suatu bentuk yang bisa diterapkan oleh Badan Pertanahan Nasional, bisa di mengerti dan diterima oleh publik, selaras dengan kebijakan pemerintah dan cukup fleksibel merespon pada saat yang tepat pada kondisi-kondisi yang berubah.
  •  Untuk memperkuat BPN sebagai suatu lembaga pemerintah sehingga lembaga ini di akui da bisa memberikan layanan efektif bagi pemerintah dan public.
  •  Untuk menyesuaikan biaya-biaya layanan BPN yang cukup tinggi untuk bisa membiayai secara mandiri dan cukup murah sehingga dapat di jangkau oleh seluruh indonesia.
  • Untuk membuat BPN sebagai partisipan aktif dalam meninjau kembali yang sedang berlangsung dalam kebijakan administrasi tanah.
Kemudian pada tahun 1995 BPN menjalankan Indonesian Land Adminitrasion Project, yang di Indonesiakan sebagai projek administrasi pertanahan. Projek ini yang di danai dari APBN pemerintah indonesia, di danai oleh hutang sebagai penyokong utama dari Bank Dunia dan dana hibah dari AusAID, proyek tersebut berusaha sebagai acuan baru untuk mereformasi kebijakan, manajemen dan administrasi pertanahan. Semua ini di lakukan untuk mempercepat pasar tanah yang wajar dan efisien dan meredakan konflik sosial atas tanah. Melalui percepatan pendaftaran tanah dan melalui perbaikan kelembagaan untuk administrasi pertanahan yang di perlukan untuk program tersebut.