Beberapa program land reform yang di jalankan oleh pemerintah Indonesia sebelum pengesahan UUPA di tahun 1960 antara lain adalah penghapusan hak-hak istimewa desa perdikan di wilayah banyumas,penghapusan hak-hak konversi dalam wilayah pemerintahan otonom Yogyakarta dan Surakarta, dan likuidasi tanah-tanah partikelir yang telah di jabarkan sedikit pada artikel sebelumnya.
Setelah ploklamasi kemerdekaan republik Indonesia 1945, tanah-tanah partikelir di anggap bertentangan dengan prinsip keadilan sosial. Salah satu lima pilar dalam prinsip Negara Indonesia (pancasila). Pada tahun 1958 pemerintah lalu menetapkan sebuah UU baru terkait dengan penghapusan tanah-tanah partikelir’’ UU no 1/1958, yang menyatakan bahwa semua hak dan keistimewaan yang sebelumnya  di miliki oleh tuan tanah atau partikelir akan di hapuskan oleh pemerintah.



Para tuan tanah tersebut di berikan pilihan antara menjual tanah mereka secara langsung ke petani atau menyerahkannya ke pemerintah untuk di retribusikan kepada para petani yang tinggal di tanah-tanah partikelir tersebut. Dalam kedua kasus tersebut harga tanah di tetapkan oleh pemerintah dan di bayarnya secara di cicil dengan jangka waktu lima tahun.
Para tuan tanah bisa memperoleh hak atas tanah dari pemerintah untuk menjalankan usaha pertanian mereka di bekas tanah-tanah partikelirnya itu dengan batasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan agraria. Ketika UUPA di tetapkan di tahun 1960 proses penghapusan tanah-tanah partikelir secara resmi hampir selesai.